
Pasar keuangan Ri bergerak variatif pada kemarin Senin (21/4/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Rupiah terpantau menguat tipis, tetapi di pasar surat utang ada aksi jual.
Pasar keuangan hari ini diperkirakan bergerak volatil. Selengkapnya mengenai sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada kemarin ditutup naik 7,7 poin atau 0,12% ke level 6.445,97. Penguatan ini terjadi mendadak di akhir perdagangan sesi II setelah sebelumnya pada sesi I terkontraksi sampai 0,27%.
Sebanyak 289 saham naik, 295 turun, dan 220 stagnan. Nilai transaksi kemarin mencapai Rp 8,34 triliun yang melibatkan 14,66 miliar saham dalam 982.688 kali transaksi.
IHSG mendadak melawan balik dan berakhir di zona merah pada detik-detik akhir penutupan perdagangan ditengarai sektor teknologi menjadi penyelamat dengan penguat 3,27%.
Bila dilihat lebih dalam, sektor teknologi terkerek oleh emiten Toto Sugiri atau DCI Indonesia (DCII) yang naik 11,95% ke level 170.000. Saham DCII menjadi penggerak utama IHSG dengan kontribusi 23,68 indeks poin.
Lalu pada posisi kedua penggerak utama IHSG adalah PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang menyumbang 7,12 indeks poin
Sementara itu, mayoritas sektor berada di zona merah hari ini. Energi, properti, dan finansial menjadi pemberat utama dengan penurunan, masing-masing, 1,61%, 1,5%, dan 0,91%.
Saham PT Bank Central Asia (BBCA) tercatat menjadi pemberat utama IHSG dengan kontribusi -11,95 indeks poin. Emiten perbankan milik Grup Djarum ini mengalami penurunan harga 2,35%. Selain itu, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) juga menjadi pemberat lajut IHSG dengan sumbangsih -87 indeks poin dan -6,84 indeks poin.
Beralih ke nilai tukar rupiah juga terpantau menguat tipis. Merujuk data Refinitiv, mata uang Garuda terapresiasi 0,12% terhadap dolar AS ke posisi Rp16.800/US$.
Penguatan rupiah seiring dengan indeks dolar AS atau DXY yang terpantau melemah. Pada kemarin hingga pukul 14.54 WIB, the greenback tampak melemah 1,25% ke posisi 98,13.
Posisi itu menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir, tepatnya sekitar bulan Februari 2022.
Di sisi lain, dari dalam negeri ada kabar baik dari surplus neraca perdagangan yang lebih baik dari perkiraan.
Surplus perdagangan Indonesia periode Maret 2025 tercatat sebesar US$4,33 miliar, berada di atas ekspektasi konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga yang memperkirakan surplus neraca perdagangan akan mencapai US$2,63 miliar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan ekspor pada Maret 2025 hingga mencapai US$23,25 miliar dipicu oleh ekspor minyak dan gas. Sementara itu, impor hanya mencapai US$18,92 miliar, naik tipis 0,38% dibandingkan Februari 2025.
Surplus neraca perdagangan memiliki dampak positif terhadap nilai tukar rupiah. Ketika ekspor lebih besar daripada impor, negara memperoleh lebih banyak devisa, yang dapat digunakan untuk memperkuat cadangan mata uang asing.
Hal ini meningkatkan kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi Indonesia, sehingga nilai tukar rupiah cenderung menguat.
Di sisi lain, untuk pasar obligasi malah terpantau mengalami kontraksi, tercermin dari yield yang naik 4 basis poin (bps) ke posisi 6,97% dari posisi sehari sebelumnya yang ditutup di posisi 6,93%.
Perlu dicatat bahwa pergerakan yield dan harga itu berlawaran arah di pasar obligasi. Jadi, ketika yield naik, maka harga sedang mengalami penurunan atau ada aksi jual.