Jakarta, CNN Indonesia --
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan bencana banjir yang terjadi di Bandung bukan sekadar masalah tahunan, tetapi akibat perubahan tata ruang yang berlangsung tanpa kontrol ketat.
Dedi mengatakan banjir di sana seperti menjadi peristiwa tahunan dan tanpa penyelesaian serius.
"Kita lihat di Bandung hampir tidak ada lagi sawah, tidak ada lagi rawa, tidak ada lagi danau. Semuanya sudah berubah jadi permukiman," ujar Dedi usai berdiskusi dengan Direktorat Koordinasi dan Supervisi KPK, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi menuturkan banyak pembangunan kawasan permukiman elite yang menguruk tanah dari daerah lain. Hal itu menyebabkan daerah lain mengalami penurunan permukaan tanah dan warga yang tinggal di sekitar menjadi korban banjir.
"Mereka menguruk. Menguruk itu mengambil tanah dari mana? Dari tempat lain, sehingga tempat lain mengalami penurunan permukaan (tanah), kawasan elite mengalami peningkatan permukaan. Ketika hujan tiba, yang (jadi) korban itu yang mengalami penurunan permukaan (tanah)," ungkap Dedi.
Di sisi lain, Dedi mengatakan banyak warga yang tinggal di area Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum dan kawasan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA). Oleh karena itu, Dedi menyebut per hari ini akan merelokasi dan menyiapkan rumah kontrakan selama satu tahun untuk mereka.
"Disiapkan tempat untuk kontrak selama setahun oleh Pemprov Jabar, dan selanjutnya nanti kita akan melakukan pembebasan lahan," imbuhnya.
Setelah pembebasan lahan, lanjut Dedi, maka wilayah-wilayah yang biasa banjir akan menjadi kawasan sungai dan dibangun penyerapan air.
Menurut dia, upaya itu harus dilakukan agar masyarakat tidak terus-menerus hidup dalam ancaman bencana banjir.
"Kita tidak lagi merenungi bencana dalam setiap tahun. Kita mencari solusi," kata Dedi.
Selain itu, Pemprov Jabar juga akan menertibkan alih fungsi lahan di kawasan Ciwidey terutama yang dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN), serta menertibkan sebagian lahan kehutanan yang berubah menjadi kebun sayur.
"Ini yang akan kita gerakkan, kita ubah menjadi perkebunan teh dan perkebunan tanaman keras yang dikelola oleh Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat," katanya.
Lapor KPK
Di sisi lain, Dedi menyampaikan puluhan ribu areal tanah di wilayahnya tidak bersertifikat saat melakukan koordinasi dengan Direktorat Koordinasi dan Supervisi KPK pada hari ini.
"Bersama-sama membahas penataan aset-aset milik negara, milik BUMN yang sampai saat ini puluhan ribu areal tanah tidak bersertifikat, sehingga kami ingin mendorong sertifikasi," ujarnya.
Dalam pertemuan itu, Dedi turut menyinggung kelengkapan administrasi yang terbengkalai, termasuk izin lokasi dan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis bertahun-tahun tanpa pembaruan.
"Kami ingin dorong itu berproses," imbuhnya.
Dedi mengaku ingin mengembalikan hutan, perkebunan dan sungai di wilayah Jawa Barat sebagaimana fungsinya. Kata dia, permasalahan yang harus diatasi adalah areal tersebut kini ditempati oleh masyarakat.
Atas dasar itu pula, dalam pertemuannya dengan KPK hari ini Dedi turut membawa jajaran dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Perhutani, hingga Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) di wilayah kerja Jawa Barat.
"Risikonya adalah areal-arealnya dihuni orang lain, dikuasai oleh orang lain, sehingga ketika dihuni orang lain, dikuasai orang lain, kami akan melakukan langkah-langkah penertiban sebagaimana yang sudah dilakukan dalam 10 bulan terakhir," tutur Dedi.
"Nah, sehingga kami bisa melihat dalam 10 bulan terakhir ini, waktu saya menjabat, saya melakukan penanganan di Bogor di hulu, melakukan penanganan di Bekasi, sampai hari ini arealnya relatif sangat baik, gabus airnya mengalir dengan baik," lanjutnya.
Respons KPK
Sementara itu, Direktur Koordinasi dan Supervisi KPK Bahtiar Ujang menuturkan agenda dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat membawa persoalan serius karena berkaitan dengan mitigasi bencana dan penyelamatan aset negara.
"Beliau menyampaikan prinsipnya- melihat dinamika cuaca maupun dinamika lingkungan- saat ini perlu dilakukan langkah-langkah upaya strategis untuk mengantisipasi daripada hal-hal yang bisa terjadi, seperti contoh yang ada di Sumatra," kata Bahtiar.
Menurut dia, keberhasilan mitigasi risiko harus dimulai dari pemanfaatan lahan tidur dan aset-aset yang terbengkalai.
"Ada PTPN maupun ada dari PU, di mana ada beberapa aset yang akan difungsikan kembali, yang akan dilakukan langkah-langkah revitalisasi untuk ketahanan lingkungan," katanya.
"Pemerintah Jawa Barat meminta dari KPK untuk menguatkan langkah-langkah ini supaya bisa terealisasi," sambung Bahtiar.
(fra/ryn/fra)

4 hours ago
2
















































