CNN Indonesia
Sabtu, 20 Des 2025 17:05 WIB
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif DPP PDIP, Deddy Sitorus, mengatakan hingga kini belum ada kesepakatan politik maupun pembahasan resmi di parlemen terkait usulan pemilihan tidak langsung. (CNN Indonesia/Farid)
Jakarta, CNN Indonesia --
PDI Perjuangan (PDIP) menanggapi wacana perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat, menjadi tidak langsung melalui DPRD.
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif DPP PDIP, Deddy Sitorus, mengatakan hingga kini belum ada kesepakatan politik maupun pembahasan resmi di parlemen terkait usulan tersebut.
"Ya, saya kira itu masih belum menjadi kesepakatan umum ya. Tapi kita tunggu saja perkembangannya," kata Deddy di sela menghadiri pembukaan Konferensi Daerah (Konferda) dan Konferensi Cabang (Konfercab) Serentak PDIP Jatim, di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (20/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deddy menegaskan PDIP pada prinsipnya ingin tetap menjaga hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung. Menurutnya, suara rakyat dalam pemilu merupakan hak politik mendasar yang tidak boleh dihilangkan.
"Pada prinsipnya, kita akan berusaha menjaga hak rakyat untuk memilih langsung pemimpinnya, karena yang tersisa dari rakyat cuma suaranya, itu pun sekali 5 tahun, kalau itu pun mau diambil juga akan kebangetan kita itu," ujar Deddy.
Lebih lanjut, Deddy menjelaskan hingga saat ini wacana pilkada tidak langsung masih sebatas isu yang dilempar ke ruang publik dan belum masuk pembahasan resmi di DPR RI.
Meski demikian, Deddy menyebut PDIP tetap melakukan kajian internal terkait berbagai opsi sistem pemilihan kepala daerah. Namun, aspirasi yang berkembang di internal partai masih mengarah pada pemilihan langsung oleh rakyat.
"Belum dibahas di baleg maupun di komisi. Jadi baru lemparan isu, kita belum bisa bilang nanti seperti apa. Kami juga masih melakukan kajian di partai, tetapi dari harus bawa kita mendengar bahwa masih kepingin supaya itu dipilih langsung oleh rakyat," ucap Deddy.
Menanggapi alasan efisiensi anggaran yang kerap dijadikan dasar wacana pilkada tidak langsung, Deddy menilai demokrasi memang membutuhkan biaya dan tidak bisa semata-mata diukur dari aspek anggaran.
"Ya, itu kan dari satu pihak. Apapun kan ada biayanya ya. Demokrasi juga butuh biaya ya. Jadi, biar nanti kita biar berproses dulu," ujarnya.
Wacana perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah muncul setelah diungkap beberapa tokoh politik, termasuk Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia.
(frd/har)

13 hours ago
6
















































