Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Hal Asasi Manusia (Kemenham) meluncurkan roadmap atau peta jalan dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang berat.
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan mengatakan peta jalan ini sebagai jalan non-yudisial oleh negara karena sulitnya jalan yudisial yang ditempuh para korban pelanggaran HAM berat. Sementara itu untuk pengusutan tuntas kasus-kasus HAM berat, terutama di masa lalu, terkendala proses pembuktian.
Awalnya, Munafrizal mencontohkan dengan menyebut ada penyelesaian empat kasus hukum yang pelakunya pelaku tidak terkena hukuman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita menghadapi suatu kondisi sudah pernah memulai penyelesaian yudisial empat kasus: Timor Timur, Abepura, Tanjung Priok, dan Paniai. Tapi, penyelesaian yudisial yang pada akhirnya tidak ada pelaku yang dihukum," ujarnya saat peluncuran roadmap itu di Jakarta, Senin (15/12).
Proses peradilan yang membuat pelaku tak menerima hukuman pidana karena sulitnya pembuktian itu kemudian menimbulkan pertanyaan bagi para korban maupun keluarganya.
Lebih jelasnya, Munafrizal mengatakan beban pembuktian ini yang masih menjadi kendala karena masih menimbulkan keraguan terhadap penegak hukum.
"Untuk bisa menghukum orang itu kan harus beyond reasonable doubt. Jadi tidak boleh ada keraguan. Nah, beban pembuktian itulah yang dihadapi oleh penegak hukum, sulit juga," jelasnya.
Terkait dengan kasus 12 pelanggaran HAM masa lalu yang diakui negara dan diumumkan Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) pada 2023 lalu, Munafrizal menyebut penyelesaiannya juga terkendala di pembuktian.
"Kita masih ada 12 yang belum tuntas. Lagi-lagi persoalannya itu adalah kalau kita simak apa yang disampaikan baik oleh Komnas HAM, oleh Kejaksaan Agung, yang kita sebut dengan istilah bolak-balik berkas itu, itu ujung-ujungnya soal juga pembuktian," ungkapnya.
Pemulihan korban pelanggaran HAM
Pada kesempatan itu dia mengungkap hanya sekitar 600an dari 7000an korban pelanggaran HAM di Indonesia yang telah diberikan pemulihan oleh negara.
"Ada sekitar 7.000 yang sudah teridentifikasi korban dan keluarga korban itu, itu baru sekitar 600 sekian yang sudah terjangkau oleh negara untuk diberikan pemulihan, yang memberi benefit bagi para korban. Artinya kurang dari 10 persen,"
Munafrizal bahkan mengungkap angka tersebut mungkin akan bertambah ketika pendataan dan pengidentifikasian korban dilakukan lebih lanjut.
"Kalau kerja-kerja pendataan, pengidentifikasian para korban dilakukan lebih lanjut, saya kira mungkin jumlahnya lebih besar. Nah, ini pun masih menjadi upaya yang belum maksimal," ujarnya.
Kemenham)meluncurkan roadmap atau peta jalan dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang berat. (CNN Indonesia/Faiz Maulida)
Oleh karena itu, Munafrizal menekankan pentingnya peta jalan dalam upaya penyelesaian ini. Baik dari jalur hukum yudisial maupun nonyudisial atau di luar pengadilan.
"Penting sekali kita untuk mempunyai semacam Peta Jalan. Jadi kira-kira kalau langkah yudisial yang akan ditempuh itu seperti apa yang dimungkinkan. Baik dalam skema Undang-Undang 26 Tahun 2000 Pengadilan HAM, maupun upaya yang di luar skema itu," jelasnya.
"Begitu juga yang nonyudisialnya. Upaya-upaya apa yang harus dilakukan supaya bisa memberikan pemulihan bagi korban dan atau keluarga korban itu yang maksimal," sambung Munafrizal.
Roadmap kasus pelanggaran HAM berat.
Munafrizal menekankan roadmap itu sebagai jalan nonyudisial yang dilakukan negara, karena sulitnya jalan yudisial yang ditempuh untuk para korban pelanggaran HAM berat.
"Dalam bentuk penyelesaian nonyudisial yang kita harapkan itu adalah ada suatu kebijakan dari negara, sebagaimana pengalaman negara lain, yang memang secara jelas menyediakan mungkin bisa kita sebut--semacam Victim Fund--yang itu bisa bergulir untuk jangka waktu lama dan bisa menjangkau bagi kalau bisa seluruh korban yang pernah mengalami peristiwa pelanggaran HAM berat," ujar Munafrizal.
Dalam penyusunannya, Munafrizal mengklaim peta jalan tersebut disusun dengan mendengar perspektif banyak pihak dari mulai Kejagung hingga LPSK, dan dari ahli serta para korban maupun keluarganya.
Pihaknya pun berharap peta jalan itu bisa menjadi pembuka ruang penyelesian secara nonyudisial, sebab penuntasan kasus lewat jalur HAM berat yang sulit penyelesaiannya.
"Saya kira diakui ataupun tidak diakui, faktanya adalah kasus-kasus pelanggaran HAM berat sampai saat ini belum terselesaikan," ujar Munafrizal.
Munafrizal menyebut hal ini menjadi warisan sejarah yang harus dihadapi saat ini.
"Jadi ini salah satu warisan sejarah yang sampai hari ini kita hadapi, kita belum bisa menghadirkan penyelesaian final atas kasus-kasus tersebut,"
Ia mengatakan negara seolah masih berada dalam labirin tanpa jalan keluar yang jelas dalam menyelesaikan persoalan kasus-kasus pelanggaran HAM.
(fam/kid)

12 hours ago
8

















































