Anak Tak Boleh Punya Akun Media Sosial, Meutya Ungkap Cara Awasi

2 weeks ago 24
Menteri Komdigi, Meutya Hafid tengah menggodok aturan pembatasan pembuatan akun anak pada media sosial saat rapat kerja di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2025). (CNBC Indonesia/Intan Rakhmayanti Dewi)

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menggodok aturan pembatasan pembuatan akun anak pada media sosial.

Komdigi melakukan diskusi dengan berbagai ahli, termasuk Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan akademisi dari beberapa universitas, dalam rapat pembahasan perlindungan anak di ruang digital.

Menteri Komdigi Meutya Hafid menjelaskan bahwa sudah ada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik atau TKPA PSE, yang merupakan turunan dari UU ITE Nomor 1 Tahun 2024.

Namun demikian, terdapat sejumlah aspek yang masih bisa diperkuat, khususnya terkait regulasi batasan usia untuk pembuatan akun-akun di dunia maya atau di ranah digital.

“Kami konsultasi dengan Presiden, Presiden menyampaikan memang silahkan saja dimasukkan. Dan itu tentu kita libatkan lagi. Sesungguhnya yang RPP sebelumnya itu sudah melalui uji publik, sudah melalui harmonisasi dan memang sudah dikirim ke Presiden,” ujar Meutya saat membuak pertemuan yang dilakukan di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2025).

“Nanti kita minta izin kepada Setneg dan juga Menkum untuk kemudian menambahkan beberapa pasal,” imbuhnya.

Pada prinsipnya pada RPP akan mengatur mengenai kewajiban dan pelarangan profiling anak di ranah digital. Namun belum mencakup mengenai regulasi batasan usia.

Karena itu Menkomdigi berpandangan bahwa kajian penguatan regulasi akan berfokus kepada beberapa hal.

Pertama, meregulasi batasan usia dalam platform digital demi mencegah eksposur dini anak terhadap konten-konten di media digital.

“Kami pun ini belum menentukan usianya ya. Terlebih kalau kami dari Kemkomdigi akan sangat mendengarkan masukan dari Bapak-Ibu yang memang sudah berkecimpung dengan dunia anak-anak. Ranah kami tidak di situ sebetulnya,” ujar Meutya.

“Sehingga kita membuka usia ini kepada tim kajian untuk melihat usia berapa sih yang pas untuk di Indonesia ini. Kita tidak datang dengan usia tertentu karena ini memang ranah Bapak-Ibu sekalian yang hadir,” imbuhnya.

Kemudian, mengklasifikasikan penyelenggaraan sistem elektronik yang dapat diakses oleh anak dengan mempertimbangkan profil risiko yang dapat dihasilkan. Ini juga menjadi ranah yang perlu banyak diskusi terkhusus dari sisi dampak psikologisnya.

“Kami perlu diberitahu mana PSE atau platform-platform yang memang dianggap sangat berbahaya, berbahaya atau potensi berbahaya dan tidak berbahaya. Sehingga batasan itu tentu harus juga ada tingkatan-tingkatannya kepada anak-anak,” jelasnya.

Ketiga adalah memformulasikan indikator digital yang tepat bagi anak-anak sebelum dapat mengakses platform digital. Termasuk kewajiban PSE atau platform untuk mengupgrade teknologinya.

“Mungkin ini kewajiban platform meng-upgrade teknologi ini memang ranah Komdigi, artinya mereka harus meng-upgrade juga kalau mereka memang belum punya sistem yang bisa memastikan ketika anak itu memasukkan datanya, bagaimana caranya anak-anaknya tidak bisa berpura-pura jadi orang dewasa,” terangnya.

“Dengan AI, harusnya teman-teman platform ini sudah bisa mendeteksi dengan lebih baik daripada sebelumnya,” ujar Menkomdigi

Meutya menyebut formulasi indikator literasi digital juga bisa dimasukkan untuk pendidikan dari platform untuk memberikan juga literasi digital atau implikasi digital kepada penggunanya.

“Mereka [platform] juga kita bebankan edukasi itu, sekaligus kita mendengarkan dari khususnya Kemendikdasmen, silahkan bapak ibu akademisi. Bagaimana literasi digital yang juga baik dan apa yang perlu kita masukkan di dalam PP ini yang berkait dengan literasi digital.” pungkasnya.

Read Entire Article
Asia Sport| Info Olahraga | Daily News | |