Prahara masih terus meliputi Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol. Hal ini terjadi setelah orang nomor satu di Negeri Ginseng itu menerapkan darurat militer secara sepihak pada Selasa lalu.
Keputusannya itu sendiri tak berlangsung lama. Enam jam setelah diumumkan, 190 dari 300 anggota parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan untuk menganulir keputusan tersebut.
Hal ini sontak membuat Yoon berada dalam ancaman baru. Pihak oposisinya di parlemen telah menyuarakan nota pemakzulan untuk dirinya.
Tak hanya partai oposisi, pimpinan partai besutannya, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), juga melontarkan bola panas kepada Yoon. Berbicara setelah sebuah pertemuan partai, pemimpin PPP Han Dong Hoon menyebutkan manuver Yoon itu berdampak parah bagi Korsel, dengan Yoon disebut telah menempatkan negara dalam ancaman serius.
“Ada resiko tinggi tindakan ekstrem seperti darurat militer ini terulang, sementara Yoon tetap berkuasa, yang menempatkan negara dalam bahaya besar,” ujarnya dikutip Reuters, Jumat (6/12/2024).
PPP sendiri sejauh ini bersikap untuk menentang pemakzulan Yoon seperti mosi yang diajukan oposisinya. Namun, Han menyebut sikap PPP bisa saja berubah seiring dengan munculnya bukti-bukti bahwa dalam darurat militer, Yoon memerintahkan menahan para pemimpin oposisinya.
“Saya yakin bahwa penangguhan jabatan Presiden Yoon Suk Yeol segera diperlukan untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya mengingat fakta-fakta yang baru terungkap,” tambah Han.
Di sisi lain, beberapa anggota PPP mendesak Yoon untuk mengundurkan diri sebelum pemungutan suara pemakzulan besok. Mereka mengatakan tidak ingin insiden pemakzulan seperti yang dialami Presiden Park Geun Hye pada tahun 2016 terulang, yang memicu keruntuhan partai konservatif dan kemenangan kaum liberal.
“Kita tidak dapat memakzulkan presiden besok dan menyerahkan rezim kepada Partai Demokrat Lee Jae Myung,” kata anggota parlemen PPP, Yoon Sang Hyun, kepada wartawan.
Agar berhasil, rancangan undang-undang (RUU) pemakzulan memerlukan dukungan dari dua pertiga dari 300 anggota majelis. Partai Yoon memiliki 108 legislator, jadi delapan harus berpihak pada oposisi agar RUU tersebut dapat disahkan.
Jika parlemen memberikan suara untuk memakzulkan, presiden akan diskors dari menjalankan kekuasaannya sampai sidang pemakzulan diadakan oleh Mahkamah Konstitusi. Kemudian, Perdana Menteri akan bertindak sebagai pemimpin dalam kapasitas pelaksana.
Terancam Hukuman Mati
Selain mendapatkan rencana pemakzulan dari parlemen Majelis Nasional, Kepolisian Korsel memutuskan untuk memeriksa Yoon, Kamis (5/12/2024).
Dalam pernyataannya, Kepolisian Korsel menyebut Yoon akan menghadapi dugaan pemberontakan pasca manuvernya itu. Di dalam hukum, pelanggaran semacam ini dapat berakhir pada hukuman mati.
“Kami sedang menyelidiki Presiden Yoon atas tuduhan ‘pemberontakan’ kejahatan yang melampaui kekebalan presiden dan dapat dijatuhi hukuman mati, setelah pihak oposisi mengajukan pengaduan terhadapnya dan tokoh-tokoh penting lainnya yang terlibat,” tulis pernyataan itu dikutip AFP.
Sebelumnya, pada Selasa malam, Presiden Korsel Yoon mengejutkan negaranya dengan mengumumkan darurat militer di TV. Ia menyebut alasan pemberlakuan hal ini adalah ancaman dari Korut dan ‘kegiatan anti-negara’ oleh lawan politik dalam negeri.
Hal ini diterapkan Yoon saat dirinya terus mendapatkan tekanan dari oposisi terkait sejumlah skandalnya, yang rata-rata berpusat di istrinya, Kim Keon Hee. Salah satunya skandal yang paling terkenal adalah terkait suap tas Dior yang diterima Kim dari seorang pendeta.
November lalu, Yoon telah meminta maaf atas nama istrinya yang terkait dengan skandal-skandal ini. Namun, ia menolak penyelidikan yang lebih luas, yang menjadi permintaan partai-partai oposisi.